Totto Chan’s Children

Penerjemah : Ribkah Sukito
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Juli 2010, cet ke-2
Tebal Buku : 328 hal.

Sukses dengan memoar masa kecilnya, Totto Chan: Gadis di Jendela, Tetsuko Kuroyanagi kembali hadir lewat buku Totto Chan’s Children: A Goodwil Journey to the Children of the World. Kali ini Totto Chan berkeliling dunia sebagai duta UNICEE, berkunjung ke berbagai negara yang mengalami berbagai permasalahan: kelaparan dan kekeringan, kemiskinan, konflik antarsuku, pemberontakan,pembantaian. Perjalanan yang dicatat dalam buku ini dilakukan dalam rentang tahun 1984 hingga 1996 meliputi negara Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja&Vietnam, Angola, Bangladesh, Irak,Etiopia, Sudan, Rwanda, Haiti,dan Bosnia-Hergezovina.

Di negara-negara Afrika seperti Tanzania dan Nigeria anak-anak meninggal akibat kelaparan, kekeringan,lingkungan yang tidak sehat, kurangnya vaknisasi, tertular penyakit atau menderita diare. Anak-anak kecil harus berjalan 4,8 kilometer atau 9,6 km untuk mendapatkan air. Di klinik kecil di Tanzania yang dikunjungi Miss Kuroyanagi, anak-anak yang sakit kekurangan gizi dan terpisah dari orang tua,menangispun tak sanggup sebab mereka tak punya tenaga untuk menangis (hal 31).

Di India pun, negara yang diakui oleh Miss Kuroyanagi sebagai negara eksotis yang memiliki kebudayaan kaya, sejarah panjang, dan maharaja kaya raya terkenal, juga sari dengan keindahan dan keanggunannya, terdapat banyak anak-anak miskin meninggal akibat kekurangan gizi. (hal.82)

Yang paling membuat saya bergidik ngeri adalah nasib anak-anak yang tumbuh di daerah konflik: perang gerilya, perang antarsuku, pemberontakan dan pembantaian.

Satu foto memperlihatkan Miss Kuroyanagi diantara tumpukan sembilan ribu tengkorak korban pembunuhan rezim Pol Pot di Kamboja. Selama kekuasaan rezim itu, seluruh Rumah Sakit yang berjumlah 800 juga ikut dihancurkan. Para dokter dibunuh. Satu-satunya rumah sakit anak sedang dibangun saat kunjungan. Kondisinya serba terbatas sehingga ada prioritas penanganan pasien yang memiliki kesempatan tinggi untuk sembuh. Tingkat kematian bayi di Kamboja sangat tinggi.(hal 107-108).

Tak jauh dari Kamboja, di Vietnam racun yang dipakai tentara Amerika selama perang dan bom yang tidak meledak saat perang tapi meledak sesudahnya memiliki andil besar terhadap kebutaan yang di derita lima ribu anak yang tinggal di Ho Chi Minh City. Faktor lainnya adalah kekurangan gizi. Anak-anak di usia sekolah harus bekerja setiap hari untuk membantu perekonomian keluarga, menjaga adik, atau membantu pekerjaan rumah sehingga mereka tak bisa bersekolah pada pagi hari melainkan malam hari.( hal. 117)

Dalam situasi perang atau pemberontakan, anak-anak selalu menjadi korban atau egoisme orang-orang dewasa. Di Angola, anak-anak kecil diikat dengan tali di pohon untuk dipotong tangannya dengan golok. Bayi dipotong kaki dan tangannya setelah orang tua mereka dibunuh tentara gerilya di depan mata. Anak-anak itu ditinggalkan sampai mati. Mereka yang bertahan hidup tumbuh sebagai yatim piatu yang cacat (hal.140). Di Irak, anak-anak dijadikan alat pendeteksi ranjau darat oleh orang-orang yang tak mempunyai alat pendeteksi ranjau. Anak-anak yatim piatu dibujuk berjalan di depan mereka sehingga mereka akan tewas jika menginjak ranjau sedangkan orang-orang dewasa bisa mengambil jalur lain dan selamat. Anak-anak itu dengan kepolosannya merasa bangga karena berjalan di depan untuk mengetes jalan (hal.189).

Orang-orang dewasa pada saat perang saudara di Bosnia-Herzegovina sengaja mempelajari psikologis anak hanya untuk membunuhnya. Sebuah bom ditaruh dalam boneka ketika rumah kosong ditinggalkan untuk menyelamatkan diri sehingga ketika pemiliknya kembali dan memeluknya, bom itu meledak. Bom juga dibentuk seperti cone es krim yang disebar di tanah dan seperti coklat paskah berbentuk telur serta dibungkus kertas perak.(hal.292-293)

Berbeda dengan negara-negara lain, di Rwanda pembantaian bukan dilakukan oleh tentara gerilya atau orang lain namun oleh kerabat mereka sendiri. Pada mulanya adalah perang antarkelompok etnis, suku Huto dan Tutsi. Pada akhirnya, pembantaian memicu perang saudara. Orang-orang hidup dalam ketakutan akan pembalasan dendam. Begitu mengerikan situasi di Rwanda sehingga di majalah Time, seorang pendeta setempat berkata: Tak ada iblis di neraka, mereka semua ada di Rwanda. (hal.244)

Sama dengan Miss Kuroyanagi, ketika membaca buku ini, sayapun tak habis pikir, bagaimana bisa seseorang memiliki kebencian yang begitu besarnya?
Anak-anak di negara yang dikunjunginya tak hanya mengalami kelaparan akibat kekeringan, kekurangan, atau kemiskinan, namun jaga lapar akan cinta. Yang menyedihkan adalah luka-luka psikologis yang mereka derita. Apakah bisa disembuhkan?

Membaca buku ini, tak hanya wawasan mengenai negara-negara yang kunjungi Totto Chan yang bertambah, namun mata hatipun akan terbuka. Betapa keras hidup anak-anak itu, tapi mereka bertahan. Luar biasa. Foto-foto yang melengkapi buku itu sangat jelas memperlihatkannya.

Beruntung sekali saya mendapatkan buku ini. Terima kasih banyak untuk teman saya Ario Fanie (http://mfanies.multiply.com) yang mengirimkannya cuma-cuma bersama CD serial Nodame dan buku-buku serial Little House. Lega setelah menyelesaikan buku ini, tapi. . . masih 4 buku lain menunggu. Oia, tak menyangka juga reviewnya [resume kalee. . .] bisa sepanjang ini πŸ˜€

*foto dari Gramedia Shop

18 pemikiran pada “Totto Chan’s Children

  1. hiks2 terharu baca paragraf akhir2….ngelap2 baju ini…nyiapin ember dulu yaa πŸ˜€ (agak lebay ya)iya yah toto chan memang selalu menarik ceritanya…menginspirasi :Dmungkin apa yg dirasakan oleh mereka dsana pasti lebih menderita dibandingkan kita2 sekarang….moga nanti ada perubahan ya

  2. boemisayekti said: @mfanies:habis berapa ember Ario? Lapnya krg gak, tk lempar nih dari sini :pharapannya sama, kyk Benedicta diceritakan lbh baik, mga yg lain pun bgtu,amin…

    uda kok..uda selese..:D embernya dikit aja..10 tong..jiahhhiya benedicta..anak tanzania yg waktu kecilnya susah banged ya..tp gedenya terus kontak sama toto chan..keren itu πŸ˜€

  3. boemisayekti said: @mfanies:habis berapa ember Ario? Lapnya krg gak, tk lempar nih dari sini :pharapannya sama, kyk Benedicta diceritakan lbh baik, mga yg lain pun bgtu,amin…

    Kurang bnyk tongnya! Barangkali akan ada lanjutannya? kalau bca di catatan tambahan, setelah 3 thun buku ini terbit, Totto Chan mengunjungi beberapa negara lagi. Smga akan ada cerita Benedicta2 lain di cat tambahannya πŸ˜€

  4. boemisayekti said: @mfanies:habis berapa ember Ario? Lapnya krg gak, tk lempar nih dari sini :pharapannya sama, kyk Benedicta diceritakan lbh baik, mga yg lain pun bgtu,amin…

    oke ditunggu seri berikutnya….duta anak sedunia πŸ˜€ seru bangeds

Tinggalkan Balasan ke boemisayekti Batalkan balasan