Makin Jauh dari Hijau Alam…?

Dalam sebuah perjalanan menjuju desa Sindas , Magelang siang itu, lewatlah saya dan teman-teman disebuah rumah di daerah Candisari yang berandanya penuh dengan perabot, peralatan dapur, dan wadah-wadah dari anyaman plastik. Serba hijau. Menarik.

Keluarga itu menjadi salah satu home industry yang ada di desa Candisari Secang.
“Wah, nanti mampir Bu… “ ucap spontan seorang teman yang menjadi koordinator logistik di sekolah. Di benak kami terbayang beberapa alat kebutuhan dapur yang bisa dibawa ke sekolah.
Niatan itu benar-benar kami laksanakan dalam perjalanan pulang. Kami membutuhkan tempat ngetus piring. Karena di dapur kami yang tak seberapa luasnya belum memiliki rak wadah piring-piring yang masih basah, maka kami membutuhkan wadah itu untuk seratusan piring. Baru ada satu rak piring yang sudah berisi macam-macam di dapur.
Sewajarnya ibu-ibu, melihat peralatan rumah tangga yang tak banyak di temukan di pasar, terlebih harganya miring, exited tentu saja. Saya tak ketinggalan gumun, hemmm… semua anyaman plastik. Dalam hati terbesit pikiran, betapa sekarang peran bambu telah tergeser dan tergantikan. Ya… semua wadah-wadah di tempat ini asal mulanya dari bambu, barang-barang yang lazimnya terbuat dari anyaman bambu. Dari peralatan dapur ada tenggok, eblek, irik, ongkek, wadah lusinan piring dan gelas, hingga peralatan mencari ikan seperti bronjong, kemudian yang dipakai para tukang sayur di sepeda motornya.


bronjong

eblek dan keranjang

Apa yang membuat peran bambu itu kini digantikan plastik? Kelangkaan? Untuk ukuran wilayah seperti kami di desa rasanya masih banyak ditemukan pohon bambu, tak sulit mendapatlannya. Lalu apa? Saya ingat, pernah menyarankan emak saya mengganti kranjang bambunya dengan kranjang plastik semacam itu melihat kranjang bambu yang dimiliki emak hampir bobrok lantaran sering terendap air dari piring-piring atau gelas basah.” Ganti dengan yang plastik kan awet, nggak busuk kena air,” saran saya. Kiranya, pendapat saya itu bisa mewakili. Praktis, awet, anti air sehingga tidak akan busuk. Kalau soal harga, peralatan dari bambu memang lebih murah karena mudah diproduksi.
Kalau berpikir keuntungan, rasanya tak adil kalau tak mengingat ruginya. Untuk peralatan dari bambu yang renta karena cuaca maupun air, kemana mereka akan kembali? Tentu saja pada alam, dari alam dan akan kembali ke alam. Sementara itu, kemana barang-barang dari plastik itu ketika kita tak lagi membutuhkannya? Didaur ulang barangkali, tetapi ketika sudah benar-benar menjadi rongsokan dalam timbunan sampah, apakah alam akan menerima dan bersedia mengurainya?
Ketika menyarankan emak untuk mengganti produk alam ke sintesis, saya tidak berpikir sejauh itu. Tapi ketika saya lihat gerombolan peralatan dari bahan sintesis itu di Sindas kenapa pikiran saya kemudian melayang ke masa depan? Satu benda agaknya tak membuat saya membayangkan masa depan bumi, tapi berjubelnya plastik itu mendadak membuat saya sedikit ngeri membayangkan bagaimana benda-benda hijau plastik itu benar-benar menggeser bambu dan bahan-bahan dari alam yang ramah lingkungan. Bagaimana seandainya plastik-plastik itu kelak hanya menjadi rongsokan dan teronggok diantara tumpukan sampah tanpa guna? Sementara alam masih menyediakan dirinya untuk dimanfaatkan—dengan konsep pembaharuan tentu saja— kenapa manusia tak mau mengakrabi? Sudah jauhkah manusia sekarang dengan alam?

bekakas dari bambu

12 pemikiran pada “Makin Jauh dari Hijau Alam…?

  1. Mbak,ditempat saya masih marak yg jualan peralatan dapur dari bahan anyaman bambu loh. Malah ibu ibu malah milih yg dari anyaman bambu ketimbang dari plastikBtw,ini postingan 118 hari yg lalu:D

  2. miftamifta said: Mbak,ditempat saya masih marak yg jualan peralatan dapur dari bahan anyaman bambu loh. Malah ibu ibu malah milih yg dari anyaman bambu ketimbang dari plastikBtw,ini postingan 118 hari yg lalu:D

    malah lebih ramah lingkungan kan ya…iyaaa…. lama ngendon di draft, heheh

  3. miftamifta said: Mbak,ditempat saya masih marak yg jualan peralatan dapur dari bahan anyaman bambu loh. Malah ibu ibu malah milih yg dari anyaman bambu ketimbang dari plastikBtw,ini postingan 118 hari yg lalu:D

    diganti tglny mb, pake advance posting

  4. boemisayekti said: tenggok, eblek, irik, ongkek, wadah lusinan piring dan gelas,

    Tramat banyak rang nan tak tahu bahwa wadah plastiktak boleh diisi makanan/minuman panas kernapemanasan pada plastik tu akan akibatkan lepasnyazat-zat kimia tertentu di plastik tu lalu tercampur dengan makanan/minuman dan amat bahayakan kesehatan.Juga, dengan alasan sama, tidak boleh memakai sendok/centong/cidukan plastikke dalam air/makanan/minuman panas.

  5. mutitem said: Tramat banyak rang nan tak tahu bahwa wadah plastiktak boleh diisi makanan/minuman panas kernapemanasan pada plastik tu akan akibatkan lepasnyazat-zat kimia tertentu di plastik tu lalu tercampur dengan makanan/minuman dan amat bahayakan kesehatan.Juga, dengan alasan sama, tidak boleh memakai sendok/centong/cidukan plastikke dalam air/makanan/minuman panas.

    seringkalitak berpikir sampai ke sana ya, meski kita sudah tahu hal itu ^^

Tinggalkan Balasan ke mutitem Batalkan balasan