Bermain dan Naik Kereta Api Kuno di Museum Kereta Api Ambarawa

Ini ketiga kalinya saya mengunjungi museum Kereta Api Ambarawa. Yang pertama perjalanan Solo. Kedua kalinya berdua bersama sohib,dan yang ketiga akhir tahun lalu bersama keluarga. 

Tiga kali berkunjung,tiga kali pengalaman seru berbeda. Yang pertama,saya merasakan keseruan naik kereta api uap dari Stasiun Ambarawa ke Stasiun Jambu Bedono. Keseruannya bisa intip di sini.  Yang kedua naik kereta api lori ke stasiun Tuntang,dan yang ketiga kalinya naik kereta api diesel ke Stasiun Tuntang.

Karena kunjungan akhir tahun lalu pada waktu pandemi,prokes ketat benar-benar dijalankan. Masuk dengan scan peduli lindungi (saya menunjukkan hasil SC aja karena tak punya aplikasi), kami masuk ke lobi tiket. Tiket masuk untuk dewasa sebesar 10 ribu rupiah sementara untuk anak-anak sebesar 5 ribu rupiah. Terbilang murah meriah. Karena di loket ada penawaran tour kereta diesel,kami tidak menyia-nyiakan kesempatan. Sekalian saja beli tiket sebesar 70 ribu rupiah. Mahal ya? Setelah merasakan pengalaman berharga nanti,harga 70 ribu akan terasa sesuai. 

Masuk ke museum,rasanya excited . Beda banget. Museum kini lebih tertata rapi. Kami memasuki koridor yang disepanjang dindingnya dipenuhi periode sejarah perkeretaapian di Indonesia. Sangat edukatif. Di sebelah koridor, sebuah kereta kuno menyambut kedatangan para pengunjung. 

Menelusuri jejak sejarah

Keluar dari koridor,halaman stasiun begitu asri dengan pohon-pohon besar dan rindang. Ada banyak kereta api kuno yang bisa dimasuki gerbongnya. Seneng banget anak-anak eskplore kereta api kuno. 

Suasana asri bikin betah

Saatnya masuk stasiun kuno untuk menunggu kereta api datang. Sembari menunggu,ada ruang-ruang stasiun yang memajang benda-benda kuno bersejarah. 

Sama seperti kunjungan terdahulu,di stasiun ada pertunjukan yang bisa dinikmati. Kali ini alunan musik dari beberapa musisi menemani para pengunjung stasiun.

musisi stasiun menghibur pengunjung
pengunjung naik turun kereta

Kereta pun datang, para penumpang masuk ke gerbong-gerbong. Benar-bener kuno dengan bangku-bangku kayu yang vintage. Petugas stasiun menemani perjalanan kami dengan cerita sejarah di selingi humor yang mengundang tawa pengunjung.

Kereta melaju dengan lambat. Banyangkan dengan kecepatan lambat itu orang-orang dulu bepergian. Apa gak capek ya duduk berjam-jam bahkan hitungan hari?

Tiga di stasiun Tuntang, penumpang dipersilakan turun. Bisa eksplore Stasiun Tuntang dan foto-foto pastinya.

Kembali dari Stasiun Tuntang, kami melanjutkan bermain-main di area stasiun. Ada pula kereta kecil yang membawa pengunjung berkeliling area stasiun. 

Penampilan stasiun kini mengikuti perkembangan zaman. Ada arena duduk-duduk di taman instagramable. Ada pula photobooth.

Mau main seharian di sana tidak bakalan bosan deh. 

*seluruh foto koleksi pribadi

Jelajah Museum Coklat Monggo Sembari Nikmati Gelato

Terletak di Jl. Tugu Gentong RT 03 Sribitan Bangunjiwo, Kasihan Bantul, Yogyakarta, museum ini bagi kami meninggalkan kesan mendalam dan ingin kembali kesana. Selain menelusuri sejarah Coklat Monggo, kami juga menikmati hasil olahan coklat monggo berupa gelatto yang yummy.

Museumnya terlihat asri dari luar. Setelah membeli tiket sebesar lima belas ribu rupiah, kami memasuki museum yang tidak begitu luas untuk sebuah ukuran museum. Menelusuri ruang demi ruang yang tertata sistematis perbagian sejarah, mulai dari sejarah coklat di dunia, kemudian sejarah pengolahan coklat, proses pengolahan coklat, hingga sejarah coklat monggo hingga sampai ke Yogyakarta. Nah, bagian sejarah coklat monggo sampai ke Yogyakarta ini membuat kami terkesan. Perjuangan Thierry Detournay asal Belgia yang merintis usaha coklat monggo ini inspiratif. Baca saja banyak artikel dan profil di media massa yang banyak terbingkai di sebuah sudut museum. Betapa sebuah passion dengan sepenuh cinta akan menghasilkan sebuah karya luar biasa.


Puas berkeliling museum, saatnya masuk ke kedai monggo yang menawarkan varian gelato dan minuman coklat yang yummy. Es krim gelato dan coklat yang kami pesan meninggalkan rasa yang lekat. Kata suami, pingin mbaleni meneh. Coklatnya nyoklat banget dan es krimnya rasa bukan rasa sembarang rasa dari esens. Es krim kecombrang yang saya pilih rasanya sriwing-sriwing khas yang belum pernah saya rasakan, hampir-hampir seperti rempah. Sementara gelato coklat dan bunga talang yang dipesan Janitra pun rasanya khas.

Suka banget mengunjungi museum dan kedainya yang jauh dari hiruk pikuk. Sangat bisa menikmati suasanya di sana yang tenang dan senyap. Bersebelahan dengan kedai, sebuah showroom coklat menawarakan aneka olahan coklat yang bisa dibawa sebagai oleh-oleh.

Persimpangan Jalan Para Remaja Pesantren

Judul: The Haze Inside | penulis : Aiu Ahra | penerbit: @penerbitRepublika | cet. 1,Mei 2022 | 364 hal.

The Haze Inside mewakili pergolakan batin remaja yang mencari dan dipenuhi tanda tanya,cita-cita,tujuan hidup,dan mau ke mana selepas lulus.

Dimulai dari bangku SMP,ada pertanyaan mau lanjut ke sekolah mana? Tiga Sahabat menemukan jalan-jalan yang berbeda. Dua diantaranya ternyata melanjutkan di pesantren yang sama: Ghazi dan Rigel. Sementara Mey melanjutkan di sekolah umum.

Berada di pesantren yang sama tak membuat hubungan Ghazi dan Rigel bak sahabat baik. Rigel mulai bertanya terhadap sikap Ghazi yang dingin.

Tokoh Rigel yang selalu bertanya dan mencari tujuan hidupnya terlihat gigih dengan selalu bertanya pada teman lain,Umar, Ajis,Ghazi. Penulis menampilkan karekter-karakter kompleks di sebuah pesantren. Selain Rigel yang gigih namun sering kali agresif pada sahabat-sahabatnya,tokoh Ghazi yang tanpa emosi dan selalu pesimis. Ajis yang hobi makan,dan Umar yang shalih dan pandai.

Pencarian tujuan hidup mendapat tantangan permasalahan perundungan. Masalah yang umum terjadi terjadi di sekolah,lebih-lebih pesantren. Masalah itu tidak sederhana ketika yang terlibat punya akses wewenang di pesantren. Kasus itu kembali mendekatkan dua sahabat dengan kegigihan Rigel. Selama membaca saya menunggu akhir dari kasus perundungan,bagaimana solusi yang ditampilkan penulis. Sekalipun banyak pihak pesimis terhadap kasus itu,bahkan para ustadz,saya cukup lega dengan penyelesaian.

Penulis menampilkan pergolakan-pergolakan diri tokoh dengan alur maju mundur. Dengan bahasa sederhana buku ini memberikan gambaran kompleksnya hidup di pesantren. Setting pesantren di Sumut diperkuat dengan dialog berbahasa lokal.

Remaja atau orang tua yang masih ragu menyekolahkan anaknya ke pesantren,bacalah buku ini. Tak hanya santri dan calon santri,buku ini juga layak dibaca oleh remaja pada umumnya. Sebagai guru saya mendapatkan banyak pelajaran dari The Haze Inside. Banyak kutipan menggugah di temukan sepanjang cerita.

“Manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci dan cenderung pada kebenaran,selama dalam hatinya masih ada cahaya kebenaran,maka dia pasti bakal memperjuangkanny,”(224)

“Namanya kebenaran akan menemukan tempatnya untuk pulang. Jadi tugas kalian adalah memperjuangkannya. Soal hasilnya,biar Allah yang atur,”(hal. 224-225)

Warna Lokal dalam Kumcer Kasih Sejuta Bunda

Judul buku       : Kasih Sejuta Bunda

Penulis             : Lisma Laurel, S. Gegge Mappangewa, d.k.k.

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Halaman         : 144 halaman

Harga              : Rp.39.000

Garis Besar Buku

Bukan kumpulan cerpen biasa, Kisah Sejuta Bunda menghadirkan 11 cerpen pemenang dan finalis Kompetisi Menulis Indiva 2019. Para penulisnya pun berpengalaman menulis cerita anak di berbagai media maupun menerbitkan buku. Bahkan, beberapa diantaranya adalah jawara kompetisi menulis nasional.

Buku ini dibuka dengan cerpen yang menjadi judul buku, Kisah Sejuta Bunda. Cerpen ini menceritakan seorang gadis kecil, Clara, yang ibunya meninggal karena sakit. Ia sempat menyalahkan ibu yang meninggalkannya dan ayah tidak bisa mengepang rambutnya sama besar sehingga ia ditertawai teman-temannya saat bermain di taman.  Clara kangen dengan ibunya melihat teman-temannya bersama ibu-ibu mereka. Tapi mendapat kebaikan ibu dari teman-temannya hati Clara terobati. Apalagi ayahnya berjanji  akan melakukan apa saja seperti yang ibunya lakukan.

Beranjak ke cerpen kedua, “Kotak Ajaib Milik Juro”, pembaca akan diajak ke Jepang, berkenalan  dengan kearifan tokoh Juro yang selalu bersemangat dan ceria bekerja di toko pak Yukio. Semangat Juro membuat Etsu  bertanya-tanya, apa yang membuat Juro tidak pernah mengeluh sekalipun pekerjaan mereka melelahkan. Rasa penasaran Etsu makin menjadi mendengar rahasia semangat Juro adalah kotak ajaib. Apa isi kotak itu membuat Etsu ingin tahu dan membukanya ketika Juro belum kembali. Isinya sungguh diluar dugaan. Juro memberi Etsu inspirasi untuk melakukan hal yang sama dengannya. Tokoh Juro memberi pesan mendalam bagi pembaca, ia mengajarkan untuk selalu bersemangat dan mengingat hal-hal yang baik ketimbang berpikir negatif.

“Hal baik yang datang pada kita perlu diingat. Hal buruk, kita lupakan dan buang jauh-jauh.” (hal. 26)

Cerpen ketiga, “Pembatas Buku Gratis” mengetengahkan cerita tentang Katrina yang berjiwa enterpreneur dengan menjual pembatas buku buatannya. Ketika dibawa ke kelas, pembatas buku buatannya membuat Pipit dan teman-temannya ingin mendapatnya secara gratis. Sepulang sekolah, Pipit diminta bantuan ibunya untuk berbelanja bahan kue. Ia bertemu dengan Katrina yang sedang berbelanja bahan-bahan untuk membuat pembatas buku. Sampai di rumah, Pipit mendengar pembicaraan ibunya dengan pelanggan yang melakukan tawar-menawar. Pembicaraan itu membuat Pipit menyadari bahwa untuk membuat sesuatu butuh pengorbanan dan biaya. Jika harga tidak sesuai, maka kerugian yang didapatnya. Kisah itu mengajarkan pentingnya menghargai karya orang lain.

Pada masa pencarian identitas, anak-anak seringkali belum mengenali potensi dan memaknai kelebihan diri. Anak-anak menganggap kelebihan dan  prestasi sebatas juara sekolah. Ada dua cerpen yang mengajarkan untuk menggali potensi dan menghargai kelebihan yang diberikan Allah. Tokoh Rossmalia dalam cerpen “Raibow Rose” ingin memiliki kelebihan seperti teman-teman di asrama yang masing-masing punya kelebihan yang menjadi ciri khasnya. Rossmalia ingin memiliki sesuatu yang istimewa. Ia diam-diam menanam bunga mawar di kebun asrama. Kemampuannya teruji ketika musyrifah sakit. Ia bisa memberikan mawar yang berbeda dan membuat musyrifah bangga. Sementara tokoh “Palai Bada untuk Ayah”, Izzati, iri kepada kakak dan adiknya yang berprestasi di sekolah.  Ia merasa ayahnya tak pernah memujinya. Izzati kemudian ingin menjadi juara di rumah dengan memasak. Ia memasak palai bada untuk ayahnya. Ayahnya memuji Izzati dan masakannya juara.

“Tapi tidak semua orang harus juara kelas, Izza. Orang yang tidak juara kelas bukan berarti bodoh. Mungkin mereka akan juara di bidang yang lainnya.” (hal.74)

Ada keunikan beberapa daerah, terutama  makanan dan minuman yang dikenalkan oleh beberapa pengarang dalam buku ini. Selain cerpen “Palai Bada untuk Ayah”, ada cerita “Sarabba Kakek Agung” karya S. Gegge Mappangewa dan “Seruit Persabatan” karya Siti Atika Azzaharah. Sarabba  menjadi jembatan bagi kakek Agung untuk dekat dengan anak-anak yang selama ini takut padanya karena ia suka tiba-tiba menangkap dan menciumi anak-anak laki-laki. Ada latar belakang mengapa kakek Agung melakukan itu. Kehilangan anak lelakinya di masa lalu membuatnya merindukan anak laki-laki. Anak-anak yang selama ini takut padanya kemudian memberanikan diri untuk datang. Mengenal kakek Agung lebih dekat setelah datang ke rumahnya, ayah si tokoh aku kemudian mencari anak kakek Agung lewat internet.

Jika sarabba menjadi minuman dalam pertemuan kembali ayah dan anak yang lama terpisah, seruit dalam cerpen “Seruit Persabahatan” menjadi jembatan persabahatan antara Andini,seorang siswa baru, dan Jasmine yang selalu mengganggu Andini lantaran iri dan ingin menarik perhatiannya. Seruit itu disajikan dalam acara syukuran di rumah Andini. Dalam acara tersebut, terungkap mengapa Jasmine selalu menganggu Andini dan mereka bisa menjadi sabahat. “Seruit menyatukan perbedaan dalam kebersamaan.”(hal.143)

 Satu lagi cerpen yang mengangat tema itu yaitu “Sahabat-Sabahat Lisa”. Lisa, yang pintar dan berhijab membuat Santi kagum. Lisa datang ke rumah Santi saat Santi bosan karena liburan di rumah. Mengapa Lisa tidak pernah bosan di rumah dan pintar terjawab saat Lisa mengajaknya datang ke rumah Lisa. Lisa menginspirasi Santi untuk melakukan hal yang sama.

Dua cerpen yang lain adalah “Gara-Gara Kemarau”  dan “Nasi Hukuman”. Keduanya bersetting di pedesaan. “Gara-Gara Kemarau” menceritakan Motto yang tiap sore harus mengambil air 4 jeriken dan mengisi bak mandi. Suatu ketika ia ingin lari dari tugas dan makan mangga muda sambal dengan cabai 20. Ia bolak-balik ke belakang dan merasakan penderitaan karena ulahnya.  

Sementra “Nasi Hukuman” mengajarkan pada anak-anak untuk bersyukur dan menghargai hasil kerja petani dengan selalu menghabiskan makanan (nasi) yang sudah diambilnya. Dio  mendapat hukuman karena tidak menghabiskan nasi makan siangnya. Dio menyadari kesalahannya ketika Faiz mengajaknya ke sawah kakeknya dan kakek memberi gambaran mengenai hasil panen dan kerugian yang mungkin diterima petani jika gagal panen.

Penilaian dan Beberapa Catatan Kecil

Tema dan amanat

Tema-tema dalam kumcer Kisah Sejuta Bunda dekat dengan dunia anak. Seperi tema persabatan, semangat dan keihlasan dalam bekerja, bersyukur dengan apa yang berikan Allah, kedisiplinan, keikhlasan, dan tema yang sangat membangun karakter. Tema-tema tersebut kemudian menjadi inspirasi bagi anak-anak yang tersurat maupun tersirat sebagai pesan (amanat). Penulis berhasil memaksukkan unsur pendidikan karater sebagai visi dari penerbit.

Alur

Kesebelas cerpen dalam buku ini disajikan dengan alur maju. Alur maju sesuai dengan pola pikir anak-anak yang masih sederhana. Anak tidak perlu berpikir njlimet untuk mengingat rangkaian kejadian yang saling berhubungan sebab akibat.

Plot yang memancing rasa penasaran dengan apik misalnya terlihat dalam “Sarabba Kakek Agung.” Pertemuan Kakek Agung dengan Basri anaknya tidak serta merta mengakhiri cerita dengan bahagia. Nyatanya Kakek Agung yang sudah pikun tidak mengakui Basri sebagai anaknya. Kakek Agung kembali ingat ketika Basri menawarkan diri untuk memetik kelapa untuk dibuat sarabba.

Anak juga dibuat bertanya-tanya pada rencana Nada dalam cerpen “Nada yang Tak Biasa” dalam usahanya membuat ibu bisa mengikhlaskan kakak Nada yang baru saja meninggal. Apakah rencana Nada? Berhasilkah?

Sudut pandang

Sebagian besar cerpen dalam buku ini dituturkan dengan sudut pandang orang ketiga pelaku utama. Para penulis dalam buku ini bercerita dari sudut pandang tokoh utama. Cerita tokoh lain diceritakan dari kejadian yang ada di sekitar tokoh utama.

Dua cerpen menggunakan sudut pandang orang pertama aku yaitu “Sarabba Kakek Agung” dan “Gara-Gara Kemarau”. Kesalahan kecil terlihat dari ketidakonsitenan penyebutan sudut pandang aku dalam cerpen “Sarabba Kakek Agung”. Satu kali penulis menyebut aku dengan saya di halaman 115.

Tokoh dan penokohan

Tokoh-tokoh  dalam buku Kisah Sejuta Bunda mengalami perkembangan watak sesuai dengan perkembangan alur. Watak dari beberapa tokoh yang bertentangan dengan nilai di akhir cerita mengalami perubahan sesuai pesan yang diusung oleh penulis. Anak-anak selain mendapatkan nilai-nilai dari tokoh juga mendapatkan akhir baik yang menghibur.

Pembentukan karakter anak bisa dilakukan salah satunya dengan kisah atau cerita. Ketika anak membaca cerita, seringkali mengindentifikasi diri dengan karakter-karakter maupun peristiwa yang dialami tokoh. Proses ini akan membentuk keterikatan emosi antara anak dengan pesan moral cerita yang dibacanya. Timbul keinginan dalam diri anak untuk melakukan seperti yang tokoh yang dibacanya. Buku yang inspiratif akan mengambil peran ini. Sebelas cerpen dalam buku ini memiliki tokoh yang bisa menjadi contoh bagi anak-anak yang membacanya.

Setting

Bagian ini yang paling menarik perhatian saya. Tidak semua cerpen secara spesifik menyebutkan setting cerita berupa nama daerah/kota/desa tempat peristiwa berlangsung. Patut disayangkan, ada cerita dengan warna lokal yang khas namun settingnnya tidak disebut, seperti “Palai Bada untuk Ayah”. Palai Bada merupakan makanan khas dari Padang. Setelah membaca cerpen itu, saya kemudian googling mencari makanan khas tersebut.

Palai Bada

Begitu pula dengan cerpen “Sarabba Kakek Agung”. Dalam cerpen ini, penulis satu kali menyebut daerah Sidrap dan Makassar. Cerpen-cerpen tersebut bisa digali lebih dalam warna lokal yang menjadi settingnya sehingga bisa memperkaya pengetahuan anak-anak.

Sarabba

Dalam “Seruit Persahabatan”, penulis secara gamblang menjabarkan apa itu seriut dan dari mana asal makanan itu. Wawasan anak akan bertambah membaca cerpen ini. Cerpen semacam ini memberikan nilai lebih bagi anak-anak.

Seruit

Menurut kritikus sastra Melani Budianta, keragaman budaya lokal akan menjadi kekayaan yang menarik bila penulis mampu mengubah kultur dan subkultur dalam karyanya. Cerpen anak pun, punya peluang untuk mengolah keragaman tersebut dalam cerpen.

Saya menyayangkan tidak disebutnya setting dalam cerita “Gara-Gara Kemarau”. Membaca penyebutan mamak dan nama Motto, nama yang khas,  cerpen itu punya kans untuk dikembangkan menjadi cerpen dengan kekayaan lokalitas.

Setting yang lengkap saya temukan dalam cerpen “Kotak Ajaib Milik Juro”. Penyebutan negara, toko, nama-nama tokoh, dan kearifan lokal yang tertuang dalam suasana, karakter yang kuat, dan pesan saling berkaitan sehingga menjadi cerpen yang apik. Jepang punya budaya luhur yang bisa digali dan dikenal anak-anak. Namun, bagi saya rasanya janggal dan njomplang menemukan satu cerpen bersetting negara Jepang bersanding dengan 10 cerpen bersetting lokal.  Mungkin hal itu bisa dipahami sebab dalam syarat lomba yang diadakan Indiva tidak ada syarat tema lokal.

Keterangan foto:


Palai Bada dari http://haeko.blogspot.com/2020/04/samba-palai-anduang.html?m=1

Sarabba dari https://www.makanabis.com/post/article/sarabba-minuman-khas-sulawesi-penangkal-corona

Seruit dari https://www.jalajahnusae.com/kuliner/31/12/2019/mencicipi-ikan-seruit-kuliner-lampung-penanda-kebersamaan/

Perdana, Artikel Populer di Koran

Kalau melihat artikel guru wira-wiri di media massa, rasanya mupeng pingin juga menulis. Ada ide-ide yang berkeliaran dan gelisah minta ditulis namun kurang dorongan. Bagaimana menulisnya?

Dalam acara Pemilihan Duta Baca 2019 lalu, saya berbincang dengan Pak Rahma Huda Putranto,  Duta Baca  Kab. Magelang 2019. Kebetulan beliau salah satu mentor bimtek pembelajaran tanpa batas yang saya ikuti sebelumnya. Saya bilang pada beliau, kalau guru saja dalam waktu satu pekan bisa mengerjakan tugas bimtek, kenapa tidak dengan menulis ya, Pak?
Coba ada pelatihan menulis untuk guru.

 
Alhamdulillah, cepat sekali harapan itu terealisasi. Beliau bersama rekannya, Pak Solehuddin Al Ayyubi memfasilitasi acara Pelatihan Menulis Guru bekerja sama dengan Jateng Pos dengan narasumber bapak Tukijo,S.Pd. (Duta Rumah Belajar Kemendikbud RI, Duta Literasi Jateng, Ketua Literasi Guru Jateng)

 

IMG-20190623-WA0013
Luar biasa, semua guru yang mengikuti pelatihan dijamin terbit karyanya. Buktinya, Ahad (23/6) saya ikut pelatihan di Hotel Trio Magelang, Selasa menulis (menyempurnakan tulisan saat pelatihan) dan mengirim, Kamis karya saya terbit, dan Jumat saya mendapatkan bukti terbit.

IMG-20190630-WA0001

 

IMG-20190630-WA0002

Dengan 500 kata, artikel yang diterbitkan berisi seputar permasalahan pembelajaran di kelas dan bagaimana menyiasatinya. Metode pembelajaran atau inovasi yang dilakukan guru juga bisa menjadi inspirasi.  Selain berisi opini dan solusi yang ditawarkan, artikel tentunya diperkuat dengan data berupa teori atau kutipan yang tidak lebih dari 25% isi tulisan.

Menulis ketika sudah mendapatkan pencerahan nyatanya bisa. Semoga karya perdana ini diikuti karya kedua,ketiga, dan seterusnya. Ada mimpi yang selalu tersemat, saya ingin belajar dan nulis di majalah  X.
Para guru, mari menulis mari menginspirasi!

[diary Janitra] Janitra dan Kepedulian Gempa

 

Sore, televisi menanyangkan pengungisan dampak gempa dan tsunami Palu. Ada tenda-tenda yang kondisinya memprihatinkan karena sudah dua hari hujan turun dan air masuk ke tenda. Reporter mengabarkan kondisi terkini.  Janitra menikmati ‘energen’ home made buatan ibu.

Di kepala saya muncul sebuah imaji, Janitra akan bertanya, “ mi, niku kemah napa?” lalu saya akan menjelaskan perihal tenda yang dilihatnya.

Di luar dugaan, saya terkejut, komentarnya bernada prihatin, “mesake”

Maka, saya langsung masuk memberikan umpan balik atas tanggapannya. Agar Janitra yang beruntung lebih bersyukur dan lebih shalihah, serta mendoakan mereka.

Lalu, komentar berikutnya, “Umi, Lombok pun bersih?  Nek kalih niku?” Pertanyaan membandingkan muncul.

Saya jelaskan, Palu lebih parah sebab ada tsunami.

Lagi-lagi Janitra bertanya, “Lombok pun bersih?”

“Tasih terus diperbaiki, ”

“Kurang pinggir-pinggire?” Nah, kalau ini komentar lugasnya ala bocah,

Jujur, saya exited dengan kepedualian dan pemahaman Janitra akan kondisi Lombok dan Palu. Saat terjadi tsunami, saya tidak berada di rumah (menjalani PPG  5 pekan). Dari mana kesadaran dampak bencana yang dilihatnya? Ah, ternyata, Janitra tidak hanya tahu “Upin dan Ipin” saja dari televisi di depannya.

 

#latepost

Tegalsari, 14 Oktober 2018. 17.22

#diaryJanitra_6y3m

 

 

Warga korban gempa melintas di sekitar tenda pengungsian di halaman Masjid Agung, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10)

Warga korban gempa melintas di sekitar tenda pengungsian di halaman Masjid Agung, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10).Berdasarkan data sementara posko induk penanggulangan bencana Makorem 132 Tadulako jumlah pengungsi mencapai 62.359 jiwa. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc/18.  (*foto hasil googling))

#2018GantiLaptopASUS, ASUS Vivobook Flip TP410 Pilihan Terbaik

“Semoga kamu baik-baik saja,”ujar saya sembari melipat si hitam sahabat saya, ASUS eee pc 1015p Netbook 10 inci ini. Selama lima pekan mengikuti PPGdJ (Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan) di Universitas Bangun Nusantara Veteran Sukoharjo, si hitam ini adalah keluarga yang saya bawa. Saya meminta kepada Allah agar dimudahkan, si hitam sehat.

Mengapa saya berdoa seperti itu, apakah karena saya khawatir netbook saya ngadat ketika diajak bekerja? Bukan karena itu, tapi justru sahabat saya itu sudah sekian lama menemani saya. Februari 2011  saya membeli. Suka duka bersamanya. Beragam perkerjaan  dirampungkan bersama si hitam ASUS. Sebagai bendahara BOS, laporan-laporan BOS sekolah rampung berkat bantuan ASUS. Perjalalan belajar menulis saya dari multiply hingga wordpress sekarang ini semua terekam jejaknya oleh si ASUS. Beberapa antalogi dan  lomba blog yang saya menangkan, si hitam ASUS jugalah yang menemani.

Tujuh  tahun lebih bersama, saya bangga memamakainya. Saat teman kerja sudah dua kali ganti netbook, di tengah keluhan teman-teman karena keybordnya begini begitu sehingga harus ganti, atau karena ngadat, sahabat ASUS tetap bandel. Bahkan peristiwa yang saya anggap besar adalah meluncurnya si ASUS dari meja ketinggian 1 meter  di tahun  2014. Pyaarr…. baterainya lepas dan hampir patah jadi dua. Pojok monitornya sedikit cuil. Hampir menangis saya mendapati netbook saya. Saya mengira, riwayatnya habis malam itu ketika tersenggol tangan dan meluncur. Saya ingat data-data saya, laporan BOS yang hanya saya simpan di sana, cerita-cerita dan foto-foto perjalanan. Byak… setelah dihidupkan ia baik-baik saya.


img-20180130-wa0025_15173228453561.jpg

meskipun sedikit cuil di pojok (terlihat ‘kan sedikit berongga?) tetap bandel dipakai 

Peristiwa kedua adalah ketika saya sibuk dengan pembelajaran daring sepekan sebelum saya berangkat PPGdJ bulan lalu. Mengira bahwa  charger sudah saya cabut dari netbook, saya tarik kabel untuk digulung. Byar, lagi-lagi si ASUS jatuh karena  tertarik. Kabelnya masih menancang pada netbook. Degh, saya teringat nasib pembelajaran jarak jauh saya yang hampir berakhir dan dilanjutkan kuliah tatap muka dengan si ASUS sebagai senjata utama. Alhamdulillah, saya makin bangga. Si ASUS  sudah teruji bandel dan kualitasnya. Pembelajaran saya tetap lanjut dan hari ini saya mengikuti lomba ini di sela-sela kuliah PPGdJ masih dengan si ASUS eee pc 1015p Netbook 10 inci ini.

a ppdgj

suasana kelas PPGdJ. Teman-teman di belakang juga pakai laptop ASUS

Fokus pembelajaran zaman sekarang, kurikulum 2013, adalah pembelajaran abad 21 dengan literasi digital sebagai topik utama. Dalam perkuliahan, saya membuat perangkat-perangkat pembelajaran dengan metode pembelajaran yang akan saya terapkan di kelas nanti. Pembelajaran dengan multimedia, dengan internet sebagai sumber belajar, dengan video pembelajaran adalah salah satu media,  laptop  alat utama yang  digunakan. Itu sebabnya peran pendukung netbook atau laptop sangat urgent. Lebih-lebih, dalam ujian kinerja saya nanti, diharuskan rekaman pembelajaran yang harus diunggah setiap pekan. Dosen sudah memberikan program Camtasia untuk mengedit video sesuai syarat yang diminta RISTEKDIKTI. Netbook saya yang sarat muatan masih sanggup menampung program itu. Namun bagaimana kedepannya?

Tantangan zaman dan pembelajaran abad 21 yang akan saya hadapi tentu membutuhkan laptop dengan performa prima. Belum lagi dosen muda lulusan teknologi pendidikan yang masuk dengan materi media pembelajaran berbasis IT kemarin sudah mengiming-imingi pembuatan media pembelajaran interaktif yang akan menarik siswa. Tidak  hanya video pembelajaran, namun beragam inovasi media berbasis IT seperti permainan edukatif dan lain sebagainya. Tentu konten seperti itu harus dibuat dengan laptop mumpuni.

Jangan bayangkan guru zaman sekarang seperti guru zaman dulu yang hanya berdiri di depan kelas berceramah. Tidak. Guru sekarang dituntut merencakan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan membuat siswa kreatif, inovatif,  dan berpikir kritis.  Kurikulum 13 adalah kurikulum berbasis pembelajaran abad 21. Mengkikuti perkembangan teknologi saat ini adalah keniscayaan.  Saya harus presentasi di depan siswa, siswa pun harus berlatih presentasi dengan alat canggih sesuai kebutuhan zaman.

abad21b

pinjam gambar dari sini

Sudah saatnya saya berganti lapotop. Itu harapan utama saya. Berdoa ketika ada rejeki ( atau menang lomba ini :D)  laptop baru adalah kebutuhan. #2018ganti LaptopASUS.  Untuk pilihan laptop, tentu ASUS adalah pihan pertama dan terakhir. Harus ASUS yang sudah terbukti kualitasnya selama hampir 8 tahun menemani saya. Kalau teman-teman bilang, sudah saatnya saya ganti laptop. Untuk itu, saya ingin laptop ASUS Vivobook Flip TP410. Mengapa yang ini?

  1. Tipis dan ringan. Bobot 1,6 kg dengan layar 14 inci tentu cocok dengan saya yang seorang angkoter. Berangkat pergi kerja selama 20 menit menempuh perjalanan naik angkot, kadang naik turun berganti angkot. Ketebalan yang hanya 1,92 cm tentu sangat tipis dan tidak memakan ransel yang seperti kantong doraemon karena semua barang masuk. Maklum sebagai guru banyak bawaannya. Kelebihan itu juga menguntungkan saya ketika diajak beragam pelatihan dan bimtek seperti saat ini.Asus 2
  2. NanoEdge Display. Dengan layar yang maksimal dan body yang minimal tentu bisa memaksimalkan kinerja dan membuat segala konten akan terlihat maksimal di layar.
  3. Fingerprint sensor. Saya pernah melihat seorang teman di pelatihan yang begitu sigap dan cepat membuat perangkat karena ada vitur ini dalam laptopnya. Ini memang kebutuhan saya. Tinggal set-set sentuh layar apa yang saya cari akan cepat terakses. Laptop yang sudah sign in ke Windows 10 ini tentu akan juga akan meningkatkan keamanan. Kita tahu, bahwa anak-anak SD, terutama siswa saya, adalah siswa yang superaktif dan tipe kinestetik. Dengan rasa ingin tahunya yang tinggi dan tangannya ingin menyentuh apa yang mereka lihat tidak akan membuat saya khawatir laptop saya akan error 😀Asus
  4. Empat  mode yaitu media stand, powerful laptop, responsible tablet, dan share viewer akan menguntungkan bagi saya dalam menggunakan ini dalam segala situasi. Di kelas saat presentasi maupun di rumah untuk sekedar membaca-baca dengan tampilan tablet semua didukung oleh ASUS Vivobook Flip TP4104-mode-tampilan-vivobook-flip-tp410

 

Nah, berbagai kelebihan itu semakin membuat saya mengincar ASUS Vivobook Flip TP410 untuk #2018gantiLaptopASUS. Semoga menjadi rejeki saya sehingga kinerja saya sebagai guru semakin maksimal dengan dukungan laptop mumpuni.

vivobook-flip-TP410-blog-competition

Tulisan ini diikutkan dalam ASUS Laptop Blog Comptetition By www.uniekkaswarganti.com

[DiaryRamadhan #2] Belajar dari Jajan

Hari ini Janitra lolos lagi puasa bedhug duhur lanjut magrib. Alhamdulillah…

 

Tapi, ternyata lolos dan mulus pada hari pertama bukan berbarti aman di hari ke dua. Tantangan hari kedua ini lebih berat dari hari pertama. Gara-gara tidur kemalaman nunggu bapak bawa martabak, jadinya bangun sahur dengan drama. matanya lengket buat melek, jadinya rewel waktu sahur. Setelah mimum susu dengan ogah-ogahan, Janitra hanya makan sepotong martabak sisa yang dibeli semalam.  Ia menolak makan nasi, buah, madu, dan sedikit saja minum air putih. Dipaksa malah nangis, dan mulutnya ditutup menolak minum madu. Haduhh… bapak ibunya jadi pesimis.

“Nggak usah puasa saja ya?” ujar bapak. Tanggapannya nangis. Ia tetap bersikukuh puasa.

Meski berusaha mendisiplinkan anak  untuk belajar, tapi kami tidak mau memaksakan anak di luar batas kemampuan. Mengingat riwayat sakit Janitra, saya trauma dan tidak mau terlalu tinggi memberikan standar pada Janitra.

“Ya udah, nanti sampai jam sepuluh, trus lanjut magrib ya.”

Janitra angguk-angguk.

Aktivitas pagi akan dimulai dengan membeli buku gambar. Saya juga sudah menyiapkan kain-kain flanel sisa-sisa, selama buku gambar belum terbeli. Eh, belum sampai beli kakak-kakaknya datang. Keberuntungan. Ini yang ditunggu-tunggu. Janitra akan lebih terkondisikan jika ada kakak-kakaknya. Jadilah mereka beraktivitas bareng. Mainan peran, baca buku cerita, dan tiduran. Sampai dua kakaknya yang sudah berpuasa magrib tertidur. Janitra enggan tidur.

20180518_121242-01

Ya sudah lah, ia menggambar hingga tiba waktu duhur. Alhamdulillah separoh jalan terlewati. Selesai buka, inisiatif sendiri mengulang mengaji.

Sepanjang siang berkativitas dengan kakaknya, main pasaran, dsb membuat ia enggan tidur siang. Akibatnya, masa—masa kritisnya datang selepas asar. Mulailah merengek-rengek lapar, dsb. Ia menagih janji buat jalan beli sup buah marjan. Dari kemarin pingin jalan-jalan dengan simbah beli sup buah.  Pengalaman tahun lalu pernah beli sup sirop marjan benar-benar melekat. Anak kecil puasa memang banyak ya permintaannya.

Saya penuhi permintaannya dengan berkata dalam hati sekali saja, besok nggak lagi. Proses belajar anak lebih mengena dengan pengalaman. Pun sore ini, saya ingin berikan pelajaran dari pengalaman jajan di pinggir jalan. Setelah pulang sampai rumah, menjelang berbuka dan mulai rengek-rengek lagi. Saya bacakan buku cerita.  Jeda lagi. Setelahnya saja ajak ngobrol

“Dik, jajanan tadi itu tidak sehat.”

“Kenapa?”

“Karena di pinggir jalan. Coba tadi ya, lihat kan, sup buah di pinggir jalan, trus ada motor lewat, asap dan debunya masuk di sup buahnya deh.”

Janitra paham  melihat dari reaksinya.” Trus, ada juga tletong,” lanjut saya

“Tletong itu apa?”

“Eek kuda, andong, ada tletong, trus kena-kena kedaraan. Berhamburan bisa masuk kan?”

Janitra paham.

“Nah, itu pelajaran IPA,” kata saya. Sebab Janitra sering bilang, “Mik mbok diajarin pelajaran IPA.” Yang saya tanggapi dengan, sehari-hari kita udah belajar IPA kan?

Saya yakin jajanan itu akan diminum sekali dua kali sudah sebab Janitra sebenarnya tipe anak yang tidak suka  jajanan di pinggir jalan, lidahnya terlalu pilih-pilih.

Pukul lima, semakin kritis saja. Setelah bosan nonton video Syamil dan Nadia, ia merengek-rengek. Saya tawarkan pingin apa? Cekrik-cekrik, jawab Janitra.

20180518_192824

Oke. Dari sampul kado yang tersisa dari kado ngendong  saya ajak memotong dan dijadikan karakter yang bisa berdiri semacam mini-minian. Selesai, masih sepuluh menit menjelang berbuka. Rengekannya semakin menjadi karena kantuk yang mulai menyerang.

Apapun yang terjadi, meski simbahnya nggak tega, saya kuatkan Janitra hingga semangatnya kembali menyala ketika waktu buka tiba.

Alhamdulillah, lolos.

Dan benar saja, baru sekali srutup, ini buat umik, nggak doyan,

“Nah, lebih enak susu kan?” Saya buatkan susu, Janitra semakin mengerti. Lebih enak makanan dan minuman di rumah kan, susu, kolak buatan simbah, kata saya.

Bagaimanapun, belajar dari pengalaman itu lebih bermakna ‘kan?

[ Diari Janitra] Cinta Tanpa Syarat

“Itra sayang Ummik,” ujar Janitra yang akhir-akhir ini sering memanggil saya dengan panggilan ummik, sembari memeluk saya.

“Ibuk nggih sayang Itra,” balas saya sambil memeluknya.

“Tapi Itra sering marah-marah,” lanjutnya, membuat saya tertampar.

Nggih Janitra belajar ben mboten marah-marah,” jawab saya sedikit haru.

 

Saya tertampar. Apakah ia menganggap ibunya mencintainya dengan syarat?

Sering saya bilang, ibuk lebih suka jika Janitra shalikhah. Apakah ia menganggap ibunya hanya sayang saat ia shalikhah saja? Sebab sering saya bilang ia suka marah-marah.

 

Saya banyak-banyak istighfar. Semoga saya tidak terjebak dalam labeling terhadap anak. Banyak-banyak berdoa, semoga Allah melimpahi saya dengan  Nur-Nya dalam mendidik anak, memberi tuntunan bagaimana saya bersikap terhadap anak. Aamiin

20161016_095750

 

*Diary_Janitra_5Th2bln

Sore,09092017.

[Diary Janitra] Jerawat Ibuk dalam Sketsa

Apakah Janitra berbakat menggambar? Entahlah. Sekarang ia sering asyik menggambar dan mewarnai.

Beberapa hari belakangan, ada jerawat mampir di atas sudut bibir kiri saya. Karena besar dan begitu mencolok, seperti bintang di langit malam (#eaa), ia kerap mengomentari jerawat saya, bahkan menggambar wajah saya di papan tulis kamar.

IMG_20170724_190451

“Ini ibuk, ada jerawatnya, trus ini minyak zaitun,” cerita Janitra soal wajah saya dalam gambar dengan sebuah botol di sampingnya. Minyak zaitun itu adalah obat jerawat untuk ibunya.

Kok mboten jilbaban ibuk?*” tanya suami saya.

Kan ting ndalem, jadi mboten jilbaban,” ** jawab Janitra polos.

 

Kami tersenyum mendengar jawaban Janitra, lebih-lebih melihat gambarnya. Saya menyukai gambar Janitra. Gambarnya mengingatkan saya pada ilustrasi novel anak yang saya sukai.

 

Sebelum menggambar di papan tulis, beberapa bulan yang lalu, Janitra yang gandrung menggambar mencoret-coret di mana saja, di sobekan kertas, bahkan di soal-soal latihan UN milik bapaknya. :D. Melihat gambarnya, rasanya puas.  Ada perkembangan gambarnya yang signifikan, meskipun yang digambar objeknya baru satu jenis yang disukainya, bunga. Setahun lalu masih mewarnai gambar dengan warna satu jenis dan coret moret, sekarang sudah mendingan rapinya.

IMG_20170315_181658 IMG_20170426_193749

 

Tentu, sebab perkembangan seni anak akan terus berjalan, gambarnya tentu lebih baik dibanding gambarnya ketika ia baru suka menggambar matahari pada periode coreng moreng

Saat ini perkembangan seni Janitra ada pada tahap prabagan.

Masa Prabagan (preschematic)  : 4-7 tahun

Kecenderungan  umum  pada    tahap  ini,  objek  yang  digambarkan  anak biasanya  berupa  gambar  kepala-berkaki.  Sebuah  lingkaran  yang  menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki.  Ciri-ciri  yang  menarik  lainnya  pada  tahap  ini  yaitu  telah  menggunakan bentuk-bentuk  dasar  geometris  untuk  memberi  kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Koordinasi  tangan  lebih  berkembang.  Aspek  warna  belum  ada  hubungan  tertentu dengan  objek,  orang  bisa  saja  berwarna  biru,  merah,  coklat  atau  warna  lain  yang disenanginya.

Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya. Ini  dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.

 

sumber dari sini

 

Gambar apa lagi yang esok akan dicoretkannya? Lebih-lebih bulan ini sudah masuk sekolah pertama, pasti seru mengamati perkembangannya.

 

 

 

 

#DiaryJanitra_5tahun

Ket:

*”Kok nggak berjilbab?

**“Kan di rumah, jadi tidak berjilbab